BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode “badai dan
tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan
fisik dan kelenjar. Namun tidak semua remaja menjalani masa badai dan tekanan, namun
benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke
waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru
dan harapan sosial baru. Pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi
masa kanak-kanak. Jenis yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih
sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak
pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya
pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Rasa takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar. Dalam ketakutan,
mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah atau
tekanan darah, dan sistem pencernaan mungkin berubah selama pemunculan emosi. Keadaan
emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu untuk
mencerna, sedangkan perasaan tidak senang akan menghambat atau mengganggu
proses pencernaan. Peradangan di dalam perut atau lambung, diare, dan sembelit
adalah keadaan-keadaan yang dikenal karena terjadinya berhubungan dengan
gangguan emosi.
Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi
kesehatan. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan dalam
berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang
gagap. Banyak situasi yang timbul di sekolah atau dalam suatu kelompok yang
dapat menyebabkan seseorang menjadi tenang.
Seorang siswa tidak senang kepada
gurunya bukan karena pribadi guru, namun bisa juga disebabkan sesuatu yang
terjadi pada saat sehubungan dengan situasi kelas. Penderitaan emosional dan
frustasi mempengaruhi efektivitas belajar. Anak sekolah akan belajar efektif
apabila ia termotivasi, karena ia perlu belajar. Setelah hal ini ada pada
dirinya, selanjutnya ia akan mengembangkan usahanya untuk dapat menguasai bahan
yang ia pelajari. Reaksi setiap pelajar tidak sama, oleh karena itu rangsangan
untuk belajar yang diberikan harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi
anak. Dengan begitu, rangsangan-rangsangan yang menhasilkan perasaan yang tidak
menyenangkan akan mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula rangsangan yang
menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan mempermudah siswa dalam belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Emosi
Menurut English and English, emosi adalah “A complex
feeling state accompained by characteristic motor and glandular activies”
(suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan
kelenjar dan motoris). Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi
merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik
pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Menurut Crow
& Crow (1958) pengertian emosi adalah
pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang
keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Emosi adalah warna afektif yang kuat dan disertai oleh perubahan-perubahan
pada fisik. Pada saat terjadi emosi sering kali terjadi perubahan-perubahan pada
fisik antara lain :
1.
Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
2.
Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
3.
Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut
4.
Pernafasan : bernafas panjang kalau kecewa
5.
Pupil mata : membesar bila marah
6.
Liur : mengering kalau takut atau tegang
7.
Bulu roma : berdiri kalau takut
8.
Pencernaan : mencret-mencret kalau tegang
9.
Otot : menegang dan bergetar saat ketakutan atau
tegang
10. komposisi
darah : akan ikut berubah karena emosi yang menyebabkan kaenjar-kalenjar lebih
aktif.
B.
Pengaruh
Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan
Fisik Indivdu
Dalam pengertian di atas, dikemukakan bahwa emosi
itu merupakan warna afektif yang
menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif
ini adalah perasaan – perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi
(menghayati) suatu situasi tertentu. Contohnya: gembira, bahagia, putus asa,
terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya. Dibawah ini ada beberapa contoh
tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya sebagai berikut:
1. Memperkuat
semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai.
2. Melemahkan
semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari
keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
3. Menghambat
atau menganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi
dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
4. Terganggu
penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
5. Suasana
emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi
sikapnya di kemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
Sedangkan perubahan
emosi terhadap perubahan fisik (jasmani) individu dapat dijelaskan dengan
gambaran sebagai berikut:
1) Canon
telah mengadakan penelitian dengan sorotan sinar “rontgen” terhadap seekor
kucing yang baru selesai makan. Ia melihat bahwa perut besarnya aktif melakukan
gerakan yang teratur untuk mencerna makanan. Kemudian dibawa kedepannya seekor
anjing yang besar dan buas/galak. Pada saat itu, canon melihat bahwa proses
mencerna terhenti seketika, dan pembuluh darah dibagian lambung mengkerut, di
samping itu tekanan darahnya bertambah dengan sangat tinggi, ditambah lagi
dengan perubahan yang bermacan – macam pada kelenjar – kelenjar seperti
bertambahnya keringat dan kekurangan air liur.
Jenis – jenis Emosi dan
Dampaknya pada Perubahan Fisik
JENIS EMOSI
|
PERUBAHAN FISIK
|
1. Terpesona
2. Marah
3. Terkejut
4. Kecewa
5. Sakit/marah
6. Takut/tegang
7. Takut
8. Tegang
|
1. Reaksi elektris pada kulit
2. Peredaran darah bertambah cepat
3. Denyut jantung bertambah cepat
4. Bernapas panjang
5. Pupil mata membesar
6. Air liur mengering
7. Berdiri bulu roma
8. Terganggu pencernaan, otot – otot
menegang atau bergetar (tremor)
|
C.
Ciri
- ciri Emosi
Emosi
sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri – ciri sebagai berikut:
1. Lebih
bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan
dan berfikir.
2. Bersifat
fluktuatif (tidak tetap).
3. Banyak
bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Mengenai ciri – ciri
emosi ini dapat juga dibedakan antara emosi anak dengan emosi orang dewasa
sebagai berikut.
Karakteristik Emosi Anak
dan Dewasa:
Emosi
Anak
|
Emosi Orang Dewasa
|
1. Berlangsung singkat dan berakhir
tiba – tiba
2. Terlihat lebih hebat/kuat
3. Bersifat sementara/dangkal
4. Lebih sering terjadi
5. Dapat diketahui dengan jelas dari
tingkah lakunya
|
1. Berlangsung lebih lama dan berakhir
dengan lambat
2. Tidak terlihat hebat
3. Lebih mendalam dan lama
4. Jarang terjadi
5. Sulit diketahui karena lebih
pandai menyembunyikannya
|
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia,
yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
1.
Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun:
1)
Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka,
2)
Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam
hal rasa percaya diri,
3)
Kemarahan biasa terjadi,
4)
Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin
selalu menang sendiri,
5)
Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara
objektif.
2.
Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
1)
“Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari
perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa,
2)
Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua
mereka,
3)
Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka.
D.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Remaja
Sejumlah penelitian
tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada
faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar terjalin erat satu
sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual
menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti
dimana itu menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga
mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi reaktif
terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih
muda.
Kegiatan
belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang
perkembangan emosi, antara lain yaitu :
1.
Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk
mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar
kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama
sekali tidak memberikan kepuasan.
2.
Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode
ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
3.
Belajar dengan mempersamakan diri
Anak menyamakan dirinya dengan orang
yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan
reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.
4.
Belajar melalui pengkondisian
Dengan
metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional,
kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan metode pengkondisian
semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati
masa kanak-kanak.
5.
Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan
pengawasan
Dengan
pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasa
membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara
emosional yang tidak menyenangkan. Anak memperhalus ekspresi-ekspresi
kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak menuju
masa remaja. Mendekati berakhirnya remaja, seorang anak telah melewati banyak
badai emosional, ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang dan
telah belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi yang
ditunjukan mungkin merupakan selubung yang disembunyikan. Contohnya, seorang
yang merasa ketakutan tetapi menunjukan kemarahan, dan seseorang yang
sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa, sepertinya ia merasa
senang.
Para remaja
semasa kanak-kanak, mereka diberitahu atau diajarkan untuk tidak menunjukan perasaan-perasaannya,
entah perasaan takut ataupun sedih. Akhirnya seringkali mereka takut dan ingin
menangis tetapi tidak berani menunjukan perasaan tersebut secara
terang-terangan. Kondisi-kondisi kehidupan atau kulturlah yang menyebabkan
mereka merasa perlu menyembunyikan perasaan-perasaannya. Tidak hanya
perasaan-perasaannya terhadap orang lain saja, namun pada derajat tertentu
bahkan ia dapat kehilangan atau tidak merasakan lagi.
Dengan
bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional.
Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar
belakang pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
E.
Pengelompokan
Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu
emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
1. Emosi
sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap
tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
2. Emosi
psikis, yaitu emosi yang mempunyai
alasan – alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi ini, diantaranya :
1) Perasaan
intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.
Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk ; (a) rasa yakin dan tidak yakin terhadap
suatu hasil karya ilmiah, (b) rasa gembira karena mendapatkan sesuatu
kebenaran, (c) rasa puas karena dapat suatu menyelesaikan persoalan – persoalan
ilmiah yang harus dipecahkan
2) Perasaan
sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik
nersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti (a) rasa
solidaritas, (b) persaudaraan (ukhuwah), (c) simpati, (d) kasih sayang dan
sebagainya.
3) Perasaan
Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk
atau etika (moral). Contohnya, (a) rasa tanggung jawab (responsibility), (b)
rasa bersalah apabila melanggar norma, (c) rasa tentram dalam mentaati norma.
4) Perasahan
keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari
sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
5) Perasaan
Ketuhanan, salah satu kelebihan manusia
sebagai makhluk Tuhan dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk
mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dikaruniai insting religius
(naluri beragana). Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki sebagai
homo divinans dan homo realigius, yaitu sebagai makhluk yang berketuhanan dan
beragama.
F.
Teori
– teori Emosi
Canon Bart merumuskan teori tentang pengaruh
fisilogis terhadap emosi. Teori ini menyatakan bahwa situasi menimbulkan
rangkaian pada proses syaraf. Suatu situasi yang saling mempengaruhi antara
thalamus (pusat penghubung antara bagian bawah otak dengan susunan urat syaraf
di satu pihak dan alat keseimbangan atau cerebellum dengan Creblar Cortex)
bagian otak yang terletak di dekat permukaan sebelah dalam dari tulang
tengkorak, suatu bagian yang terhubung dengan proses kerjanya pada jiwa taraf
tinggi, seperti berpikir).
Menurut teori James dan lange, bahwa
emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu.
Misalnya, menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira, lari itu
karena takut, dan berkelahi itu karena marah.
Lindsley mengemukakan teorinya yang
disebut “Activition Theory” (teori penggerakan). Menurut teori ini emosi
disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama
otak. Maka hal itu menimbulkan emosi.
John B. Waston mengemukakan bahwa
ada tiga pola dasar emosi, yaitu takut, marah, dan cinta (fear, anger, and
love). Ketiga jenis emosi tersebut menunjukkan respons tertentu pada stimulus
tertentu pula, tetapi kemungkinan terjadi pula modifikasi (perubahan).
BAB
III
PENUTUP
Emosi merupakan “setiap keadaan pada diri seseorang
yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat
yang luas (mendalam) dan pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu
tingkah laku yang tampak.
Rasa takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar dalam ketakutan,
mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah atau
tekanan darah, dan sistem pencernaan mungkin berubah selama pemunculan emosi.
Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu
untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak senang akan menghambat atau mengganggu
proses pencernaan. Jadi, hubungan antara emosi dengan tingkah laku remaja
berdampak pada sistem organ tubuh remaja itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Yusuf LN,
Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.
Sarwono,
Sarlito W. 1991. Psikologi Remaja.
Jakarta : Rajawali Press.

